Selasa, 12 Februari 2013

Apa Penyebab Daging Sapi Mahal di Indonesia?

Hampir setiap tahun Indonesia selalu gojang-ganjing harga daging sapi, terutama saat menjelang hari raya lebaran. Harga daging sapi melonjak tajam. Bahkan, beberapa bulan belakangan ini, terutama sejak bulan Juni 2012, harga daging sapi sudah mencapai Rp 90.000 per kilogram.

Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) mengemukakan Indonesia sudah tidak memerlukan impor daging sapi. Kebutuhan daging nasional dengan produksi lokal sudah tercukupi.

Data BPS menunjukkan total impor binatang hidup pada 2012 senilai USD 11,005 juta sementara daging hewan senilai USD 16,061 juta. Tahun ini kuota impor mencapai 35.000 ton turun dari sebelumnya yang mencapai 85.000 ton. Dengan kuota tersebut, dan produksi dalam negeri, tetap saja harga daging sapi paling mahal di antara ASEAN.

Catatan Kementerian Perdagangan, bila dibandingkan dengan negara seperti Malaysia, harga daging sapi hanya dijual USD 0,43 atau sekitar Rp 50.000 per kilogram. Sementara di Singapura daging tersebut dijual Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per kilogram. Sementara di Thailand dijual dengan harga yang sama dengan Singapura. Tak beda dengan negara lain, Australia menjual daging sapinya di kisaran Rp 50.000 per kilogram.

Dengan kuota impor yang besar, tetap saja terjadi kelangkaan daging sapi. Pemerintah berkilah kelangkaan dan tingginya harga dikarenakan terhambatnya faktor distribusi daging. Selama ini, sentra produksi daging sapi yang berada di wilayah timur Indonesia dan belum didukung infrastruktur yang memadai.

"Sapi ini kan banyak yang ada di daerah timur, NTT dan segalanya sampai Jakarta memerlukan waktu dan alat angkut yang memadai. Itu belum ada," ujar Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Adi Lumaksono.

Pemerintah sendiri mengakui selain masalah distribusi daging sapi, ada juga masalah sindikasi dari perusahaan pemasok daging. Kementerian Perdagangan menyebutkan selisih antara harga jual sapi potong peternak dengan daging daging segar sangat besar. Dari peternak, sapi biasanya dijual dengan Rp 35.000 per kilogram. Namun sampai di pasaran, harganya mencapai Rp 90.000 alias meroket Rp 55.000.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengakui ada keanehan dalam kondisi tersebut."Kalau saya kira harus dibuktikan secara ilmiah apakah oligopolinya itu membuat harga naik. Karena sekarang (harga naik) karena kekurangan suplai, kalau disebut oligopoli harus kita uji dulu," ujarnya di kantornya, Senin (4/2).

Padahal, kata Bayu, saat ini jumlah sapi siap potong di Tanah Air ada 14,7 juta ekor. Dengan jumlah tersebut tidak ada masalah kelangkaan pasokan pasokan daging sapi, baik dari lokal maupun impor. "Rasanya semua bisa memasok sapi, tapi dari sapi menjadi daging itu masalahnya," cetusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar